Jumat, 02 September 2011

Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Bagai Dua Sisi Mata Uang)



"Dalam pengelolaan sumber daya alam ini benang merahnya yang utama adalah mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan kelestarian sumber daya alam agar bisa digunakan terus menerus untuk generasi-generasi di masa depan."Membahas tentang sumber daya alam, dapat kita bagi ke dalam dua kategori besar, yakni sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti hutan, perikanan dan lain-lain). Dan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, seperti, minyak bumi, batubara, timah, gas alam dan hasil tambang lainnya. Dalam tulisan ini akan kita kaji sumber daya alam berupa hasil tambang dan itu tidak dapat diperbaharui. Membicarakan hasil tambang, tentu timah merupakan salah satunya.

Apalagi timah sangat identik dari sebuah ciri khas sebuah propinsi yang bernama Bangka Belitung. Siapa yang tidak kenal negeri kita jika kita katakan merupakan salah satu pulau penghasil timah di republik ini. Namun, berbicara tentang pengelolaan hasil tambang berupa timah itu sendiri, rasanya sangat malu melihat bagaimana permukaan negeri ini yang telah hancur dan membentuk kolong-kolong kecil sehingga membentuk seperti sebuah danau-danau kecil. Apalagi butuh cost yang sangat mahal untuk reklamasi lahan minimal mengurangi dampak buruk pada masa yang akan datang. Siapa yang akan disalahkan? Bukan pertanyaan itu yang mesti kita jawab.

Tapi, bagaimana hal seperti itu bisa terjadi dan apa yang mesti kita perbuat untuk memberikan solusi yang terbaik untuk kelestarian sebuah lingkungan hidup. Mungkin, jika dikaitkan dengan kemiskinan dan bagaimana masyarakat harus berpikir untuk mengenyangkan “perut” hal inilah mungkin yang menjadi sebab utama mendorong penduduk menguras alam sehingga merusak lingkungan. Jika kita amati bahwa dapat kita katakan ada hubungan antara jumlah dan macamnya sumber daya alam dengan produk bagi konsumsi masyarakat. Hubungan tersebut terlihat bahwa semakin besar pola konsumsi masyarakat maka semakin banyak pula sumber daya alam yang akan dikelola dan semakin beraneka ragam pola konsumsi masyarakat, maka semakin bermacam pula sumber daya alam yang akan dikelola.

Dari permasalahan tersebut di atas, dapat kita telaah dan mungkin harus menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa hal seperti itu bisa terjadi? Jawabannya tentu ada pada diri kita masing-masing untuk lebih bersikap arif terhadap lingkungan sebelum lingkungan itu sendiri yang memberitahu kepada kita bahwa setiap bencana alam yang terjadi adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Kita amati bagaimana sebuah bencana banjir yang terjadi di Aceh & Sumatera Utara yang diakibatkan penggundulan Taman Nasional, Gunung Leuser, Alikodra (7/12/2006) atau di negeri Serumpun Sebalai sendiri, beberapa minggu terakhir terjadinya banjir yang menggenangi daerah Semabung, Pangkalpinang akibat tidak ada lagi yang menjadi penyerap air di daerah sekitarnya. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa kawasan hutan memiliki kemampuan dalam mengatur tata air, mencegah erosi dan banjir serta memelihara kesuburan tanah.

Berbicara sumber daya alam tentu tak lepas dari peran sebuah teknologi tepat guna untuk sebuah kelestarian lingkungan. Untuk itu, pengusaha harus dapat memilih teknologi dan cara produksi yang bisa memperkecil dampak negatif dari kepada lingkungan. Apalagi jika kita lihat kebijakan penataan ruang daerah dilakukan dengan tujuan untuk mampu menciptakan pemanfaatan ruang wilayah yang berimbang, optimal dan berwawasan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas. Kita tidak dapat menutup mata, bagaimana pemanfaatan teknologi berupa alat berat pada sektor pertambangan, yang secara seporadis membabat habis hutan untuk mencari hasil tambang yang terkadang hasilnya nihil atau 0%. Kepada siapa kita akan bertanggung jawab? Pikirkan apa yang dapat kita tinggalkan untuk generasi mendatang dan apa yang dapat kita katakan kepada mereka. Atau lingkungan hidup yang seperti inikah yang akan kita wariskan kepada mereka?

Akhir dari sebuah permasalahan, tentu akan tuntas dengan adanya solusi-solusi yang mungkin akan ada tindak lanjut ke depannya. Pertama, pemerintah harus lebih giat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia melalui pendidikan dalam dan luar sekolah. Kedua, perlunya inventarisasi dan Evaluasi potensi SDA dan lingkungan hidup. Ketiga, meningkatkan penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan terutama untuk pengembangan pertanian, industri dan kesehatan. Keempat, penyediaan Infra Struktur dan Spasial SDA dan Lingkungan Hidup baik di darat, laut maupun udara. Kelima, Perlunya persyaratan AMDAL terhadap usaha-usaha yang mengarah pada keseimbangan hidup. Terakhir, perlunya penyuluhan dan kerjasama kemitraan antara Lembaga Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan SDA serta perlunya peningkatan kemampuan Institusi dan SDM Aparatur Pengelolaan SDA dan LH. Karena pembangunan yang baik adalah yang berwawasan lingkungan walaupun terkadang dengan kemungkinan kerusakan untuk ditimbang dan dinilai manfaat untung ruginya dan diambil keputusan dengan penuh tanggung jawab kepada generasi mendatang. Karena generasi yang akan datang, tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan sekarang dalam menentukan penggunaan sumber daya alam yang sebenarnya kita hanya meminjami dari mereka untuk pembangunan masa kini dengan dampak pembangunan di masa nanti!

Rabu, 15 Juni 2011

@smshblastborneo

Es Kopi Latte

Bahan:

300 ml susu segar
200 ml kopi hitam
50 ml sirup gula (simple syrup)
Es batu secukupnya

Cara Membuat:

1. Masukkan susu segar (fresh milk), kopi hitam, sirup gula, dan es batu secukupnya ke dalam alat pengocok minuman (shaker).

2. Kocok sampai semua tercampur rata dan berbuih.

3. Tuang kedalam gelas, sajikan segera dalam keadaan dingin.

lilik terbaru indonesia

Lirik lagu Randy Pangalila Bukan Salahku (OST Nada Cinta)

aku tahu kau tak ingin
Mendengarkan aku menjauh dariku
Tapi aku ada di sini
Ku tak peduli kata mereka

Bukan salahku bila mencintaimu
Selalu ada dirimu dalam setiap hembusan nafasku
Bukan salahku bila menginginkanmu
Kau kan selalu ada dalam mimpi-mimpi indah
Bukan salahku mencintaimu

Kebencian meracunimu
Ku takkan menyerah pergi darimu

Ku kan selalu menggenggam tanganmu
Ku tak peduli kecaman dunia

Bukan salahku bila mencintaimu
Selalu ada dirimu dalam setiap hembusan nafasku
Bukan salahku bila menginginkanmu
Kau kan selalu ada dalam mimpi-mimpi indah
Bukan salahku bukan salahku
Bukan salahku mencintaimu


Lirik lagu Anggun Hanyalah Cinta

semua yang telah aku dapat
indah dan gemerlap
satu hari kan pudar
dan sinarnya akan hilang

sesuatu yang telah aku raih
di dalam hidup ini
tak untuk selamanya
ini semua sementara

reff:
yang aku cari hanyalah cinta
hanya cinta yang tak terganti
yang aku mau hanyalah cinta
hanyalah cinta yang ku beri

yang selalu ku tunggu hanyalah cinta
hanya cinta yang tak terganti
yang aku nanti hanyalah cinta
hanyalah cinta yang abadi

mencari artinya hidup ini
detak waktu masih ada
ada yang paling berwarna
apa yang kan sia-sia

repeat reff

abadi, abadi, hanyalah cinta
hanya cinta ooh

repeat reff

abadi



Lirik lagu Wali Doaku Untukmu Sayang


Kau mau aku apa, pasti kan ku beri
Kau minta apa, akan ku turuti
Walau harus aku terlelap dan letih
Ini demi kamu sayang

Reff :
Aku tak akan berhenti
Menemani dan menyayangimu
Hingga matahari tak terbit lagi
Bahkan bila aku mati
Ku kan berdoa pada Ilahi
Tuk satukan kami di surga nanti

Tahukah kamu apa yang ku pinta
Disetiap doa sepanjang hariku
Tuhan tolong aku, tolong jaga dia
Tuhan aku sayang dia

Back to Reff

(Tuhan tolong aku, juga jaga dia
Tuhan ku pun sayang dia)

Back to Reff


Lirik lagu Vierra Terlalu Lama

sudah lama ku menanti dirimu
tahu tahu sampai kapankah
sudah lama kita bersama-sama
tapi segini sajakah
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
* entah sampai kapan ooo
entah sampai kapan

reff:
hari ini ku akan menyatakan cinta, nyatakan cinta
aku tak mau menunggu terlalu lama, terlalu lama

sadarkah kau, ku adalah wanita
aku tak mungkin memulai
sadarkah kau, kau menggantung diriku
aku tak mau menunggu

repeat *
repeat reff

(hari ini ku akan menyatakan cinta, nyatakan cinta)
aku tak mau menunggu terlalu lama, terlalu lama

repeat reff

Lirik lagu Randy Pangalila & Mikha Tambayong I Need You (OST Nada Cinta)


Seluas langit di atas
Tak seluas cintaku ini
Sedalam palung lautan
Tak sedalam cintaku ini

Mengalir di dalam darahku
Sedekat hembusan nafasku
Cintaku untukmu ooh

Biar dunia menghina
Hatiku tetap cinta

Cause i miss you
Cause i need you

Biar dunia saksinya
Cinta kita berdua
Cause i miss you
Cause i need you

Wooo wooo wooo

Cause i miss you, cause i miss you
And cause i need you, baby

resep -masakan indonesia


Resep Masakan - Resep Cumi Gulung

Bahan:
  • 100 gr cumi ukuran kecil dan dikupas
  • 2 lembar nori
  • minyak goreng secukupnya untuk menggoreng
  • saus sambal untuk penyajian
Bahan Pelapis Cumi:
  • 400 gr tahu putih, dihaluskan
  • 200 gr daging ikan kakap
  • 5 lbr daun bayam, rebus dan cincang halus
  • 2 btr telur
  • 2 siung bawang putih, cincang halus
  • 1 sendok makan kecap ikan
  • 1 sendok teh garam
  • 1/4 sendok teh merica bubuk
  • 1 cm jahe, diparut
Cara membuat:
Pelapis:

  • haluskan ikan dengan blender hingga halus
  • Campur dengan bahan pelapis lainnya
  • pukul pukul hingga kalis
  • Isikan ke dalam cumi sambil dipadatkan, sisihkan
Cumi:
  • Pipihkan sisa adonan pelapis cumi setebal 1 cm diatas plastik
  • bentangkan potongan nori. Tambahkan adonan pelapis cumi tipis saja.
  • Letakkan 2 buah cumi isi ditengahnya kemudian gulung
  • bungkus dengan plastik dan lapisi dengan lap bersih.
  • kukus 30 menit
  • setelah matang, goreng hingga kecoklatan.
  • potong-potong lalu sajikan dengan saus sambal.


Resep Masakan - Resep Ikan Asin Pedas
Bahan - bahan:
  • 250 gr ikan asin gabus, potong uk 2 cm x 2 cm
  • 2 bh cabe merah, iris tipis serong
  • 4 bh bawang merah, iris tipis
  • 1 bh jeruk nipis, airnya saja
  • 3 sdk makan minya goreng
Cara memasak:
  • Siram ikan asin gabus dengan air mendidih, biarkan hingga dingin, cuci dan tiriskan
  • Panaskan minyak yang cukup banyak di atas pengorengan dengan api sedang
  • Masukkan ikan asin tadi kemudian goreng hingga matang.
  • Angkat dan tiriskan.
  • Panaskan minyak sesuai resep, masukkan bawang merah dan tumis hingga harum
  • Tambahkan cabe merah, aduk rata, tumis hingga layu
  • Kecilkan api, lalu masukkan ikan asin yang sudah digoreng dan air jeruk nipis.
  • Aduk rata, angkat dan sajikan.


Resep Masakan - Resep Sayap Ayam Bumbu Lada Hitam
Bahan:
  • 12 buah sayap ayam bagian atas (mini drumstick)
  • 1 siung bawang putih, parut
  • 1 sdm air jeruk nipis
  • 1 sdt garam
  • minyak goreng
  • Bumbu:
  • 2 sdm minyak sayur
  • 30 g bawang bombay, cincang
  • 2 sdt merica hitam, memarkan agak halus
  • 2 sdm saus tiram
  • 1 sdm saus cabai botolan
  • 1 sdt garam
Cara membuat:
  • Aduk sayap ayam dengan jeruk nipis, bawang putih dan garam hingga rata.
  • Diamkan selama 30 menit hingga bumbu meresap.
  • Goreng sayap ayam dalam minyak panas dan banyak hingga agak kecokelatan. Tiriskan.
Bumbu:
  • Tumis bawang bombay hingga wangi.
  • Masukkan merica, saus tiram, saus cabai dan garam, aduk hingga mendidih. Angkat.
  • Taruh sayap ayam goreng dalam wadah tahan panas.
  • Siram dengan Bumbunya.
  • Panggang dalam oven panas selama 20 menit.
  • Angkat dan sajikan hangat.


Resep Masakan - Ayam Goreng Kalasan

Bahan:

  • 1 ekor ayam ukuran sedang
  • 500 cc air kelapa
  • 1/2 sdk teh soda kue
  • 5 siung bawang putih, dihaluskan
  • garam
  • minyak goreng
Cara memasak:
  • Bersihkan ayam kemudian belah menjadi 2
  • Campurkan air kelapa, soda kue, garam, bawang putih dan kemudian rebus bersama dengan ayam hingga airnya kering.
  • Tiriskan
  • Panaskan minyak goreng dan goreng ayam hingga kecoklatan.
Untuk sambal:
  • 100 gr cabe merah
  • 4 butir bawang merah
  • 1 bh tomat masak
  • 1 sdk teh garam
  • 1 sdk makan gula pasir
  • 6 sdk makan air kaldu
  • 5 sdk minyak goreng
Cara membuat:
  • Rebus cabe, bawang merah dan tomat sebentar, kemudian haluskan.
  • Tambahkan sedikit garam, gula, air kaldu da minyak
  • Masak diatas api sedang sampai minyaknya keluar.
  • Angkat dan hidangkan bersama dengan ayam yang telah digoreng tadi



Resep Masakan - Resep Pudding Kacang Hijau

Bahan :

  • 250 gr Kacang hijau, rendam semalam dan kukus hingga empuk
  • 1000 cc santan kental
  • 250 gr gula pasir
  • 150 cc putih telur
  • 2 bungkus agar putih
  • pewarna makanan coklat
  • garam secukupnya
Cara membuat:
  • Rebus semua baha kecuali kacang hijau hingga mendidih
  • Kocok putih telur hingga mengental
  • Masukkan bahan yang telah direbus kedalam kocokan putih telur
  • Masukkan kacang hijau
  • Siapkan cetakan kemudian basahi dengan air hingga merata
  • Ambil sebagian adonan putih dan masukkan ke loyang sebagai bahan dasar
  • Masukkan sebagian adonan coklat baru sisa adonan putih
  • Terakhir masukkan adonan coklat diatasnya.
  • Dinginkan dalam kulkas
  • Sajikan setelah mengeras.


Resep Masakan - Empek Empek Palembang

Bahan :

  • 600 gr ikan tenggiri
  • 300 gr sagu putih
  • 3/4 gelas air
  • Garam secukupnya
Cara membuat :
  • Keluarkan dan bersihkan ikan dari sisik dan isi perutnya.
  • Belah menjadi 2 bagian dan bersihkan juga tulang tengahnya
  • Bersihkan juga tulang ikan yang kecil kecil sambil dikikis dengan garpu
  • Setelah kulit ikan bersih, haluskan daging ikan,
  • Campurkan air, garam dan daging halus hingga rata
  • Masukkan tepung sagu dan campurkan secukupnya. Ketika mngaduk tepung sagu, masukkan sedikit demi sedikit dan secukupnya karena jika kebanyakan empek empek yang dihasilkan akan melar dan keras.
  • Bentuk adonan seperti bola kemudian kukus dalam jumlah air yang banyak
  • Setelah itu goreng hinga berwarna kecoklatan.
  • Dalam penyajian dapat Anda tambahkan cuka dan mie soun atau mie kuning
Resep Masakan - Rendang Telur

Bahan:
  • 8 butir telur
  • 5 bh bawang merah
  • 2 bh bawang putih
  • 1/2 ruas lengkuas
  • 4 bh cabe merah
  • 1/2 ruas kunyit
  • 1 lbr daun kunyit
  • jahe

Cara memasak:
  • Haluskan semua bumbu kecuali lengkuas dan daun kunyit
  • Masukkan sedikit minyak kemudian tumis hingga baunya harum
  • Masak dalam santan kental kemudian masukkan telur yang sudah direbus terlebih dahulu.
  • Memarkan lengkuas dan daun kunyit kemudian masukkan kedalam masakan
  • Masak hingga minyak keluar dan agak kering.
  • Angkat dan hidangkan.

Senin, 13 Juni 2011

Puisi Pagi

Letih pergi dalam semalam dimulai
Kubuka mata dikala aktifitas akan segera
Sejuk segera diiringi burung berkicau
Mentari menyapa indah dunia syukur pun tercipta
Ibu ibu berbondong belanja ke pasar
Memilih sayur dan buah untuk anaknya
Cangkul dipundak pak tani pergi
Berkawan tanah untuk dibajak

Salju Ramadhan

Penghujung tampak berakhir
Sanak saudara bergema sempurna
Selera hidang nikmat dipandang
Tapi tunggu sinar tenggelam
Kutahan semua rasa dahaga
Kucabut luruh jelek dunia
Terasa sungguh nikmat
Kita yang ambil sarinya
Sudah jauh kita tak berjumpa
Lebih dari seputar matahari
Kangen rindu ada di jemari
Tapi aku datang lewat tulisan
Maafkan aku dihari fitri
Untuk selama kita berkawan
Tak ada dosa antara kita kini
Lebar semua untuk masa depan yang sempurna

untuk sahabat

Mau sobat atau sahabat tak ada bedanya
Tak kan ada yang memberimu pengartian
Tak kan ada yang memberimu harapan
Langkahmu lah yang menjadi pijakan
Aku bangkit dari tidur
Dan tak akan terlelap kembali
Kau antar aku membeli sebuah celana mentari
Yang kupakai dalam kehidupanku
Kau tarik aku dengan paksaan
Siram keras dengan niat membuka mata harapan
Tergendong
Dan kau beri aku jalan
Banyak yang sesat di lingkaran setan
Kau lindungiku dari bisikan iblis
Dari terkaman dunia
Tuk cari kebenaran sejati, makasih mentari

Tentang sahabat kecil

Entah aku lupa bagaimana mengenalmu
Mungkin sejak dilahirkan kau sudah tetanggaku
Menangis bersama seperti paduan suara
Ditengah rumah sakit
Kau agak sedikit nakal
AKu pun jadi ikut ikutan
Mengambil tapak timah
Di pinggiran mobil mewah
Sahabat kau tetap sahabatku
Untung aku merelakanmu
Kau sahabatku walau kau jelek sifatmu
Terdampar di rutan akhirnya
Kau tetap sahabatku terbaik sebagai pembelajaran alam ini

“Sahabat Berbagi”

Berbagi adalah nikmat
Saling menjaga dalam badai
Ketika senang terasa
Nikmat tanpa sesal kurasa
Sahabat sejati adalah teman yang mengerti
Mendatangi hari disaat terang sirna
Kaubagi cahaya terang dalam kelam
Hingga aku temukan jalan setapak
Sahabat sejati bekerja dalam ikhlas
Ikhlas tanpa imbalan budi pekerti
Rela menghirup debu demi perbaikan
Kau benahi rumah hubungan kita
sahabat sejati tak pernah terkikis walau mentari terbit dari utara

“Sahabat sejati”

Banyak yang mengartikan persahabatan sejati
Memiliki makna berbeda di tiap daerah
Tetapi tetap satu utama intinya
Saling adil dalam memberi
Tanpa ada kaitan ini lemah tak berdaya
Sedikit perbedaan bawa aku perbaikan
Persahabatan kita teruji 4 musim
Tetap berbagi ditiap musimnya
Aku memegang kartumu kartu as dan king
Tapi semua terjaga sempurna
Bebaskan sikap liarku
Liar untuk berkawan
Contoh persahabatan cinta sejati ini
Akan selalu kita bawa sampai keriput
DAn ceritakan kepada anak cucu kita

Memerah Darahku

Tulangku rapuh kini
Kakiku patah kini
Terbaring di atas busa
Aku tak kenal kamu, dia atau siapa
Bising!!!
Ingatkah kau sebelum lahir
Aku bertempur sore dan pagi
Bukan lunak yang kuhajar, tapi tank yang beramunisi
Jasaku banyak untuk negeri ini
Sedikit yang tahu
Minim yang mengerti
Dan secuil yang menghargai
Kulitku miskin dengan hati yang kaya
Penghargaan logam tak berarti
Dimana pemuda saat ini
Please…tolong lanjutkan pertempuran ini jangan kau kotori

Anakku Udah Gede

Kamu manis sekali
Kutimang dengan dendang
Kutimang dengan merdu sayang
Tangisanmu adalah jazz yang biasa kudengar waktu muda
Ayo nak bangun sebantar lagi kamu sudah pasti bisa berjalan
Ayo nak katakan terima kasih
Ayo sayang buang sampah ditempatnya
buuu ruuung, kalo yang terbang itu namanya burung
Cerdas karena asi sudah pasti kolostrum ciptaanNYA
Makanan sehat terhidang tiap pagi
Kamu ada cinta dan rasaku
trimakasih cinta
keriputku sudah datang
Gantian waktunya kau rawat aku
Aku pipis disini memang karena aku tak menyadarinya
Jangan lupa doamu kunanti wajibnya kelak anakku sayang

Kerja Kerasku

Ketika aku sekolah
Aku tak seperti orang lain
Yang tak punya sepeda
Sedangkan aku hanya seorang yang tak punya apa apa
Tapi aku tak pernah putus asa
aku kembali berusaha untuk bangkit
Akhirnya aku sukses
Dengan cinta
Cita citaku telah teraih sekarang
Dengan semangat dan kerja keras

“Ibuku Perisai Hatiku”

Rumahku sembilan bulan lamanya
Sayangmu sudah kurasakan detik itu juga ibu
Langkahmu capekmu semestapun haru
Dalam belaian sedalam lautan
Beliyau tidak meminta
Beliyau ikhlas apa adanya
Membelai tulus dipangkuannya
Gunung intan pun tak mampu samainya
Sopankah kita menyapanya
Lembutkah jemari ini untuknya
Rasakan warna sentuhan selamanya
Jangan lukai perasaan sedih untuknya
Maafkan aku ibu, jika aku pernah kasar padamu
Aku anakmu yang belum cukup bahagiakanmu
Seringkali masih datang meminta bantuanmu dan membuat hatimu bimbang ibu atas kabarku
Sampai kapankah kesempatan ini masih ada untuk melihatmu?

Biarkan Ia Menangis

Rindu, tabahkan hatimu
Semua yang berjiwa pasti tiada
Rindu lihatlah ragaku kini
Terpejam lemah dipelukmu
Walau aku mati…
Aku dapat merasakan tetes air matamu dikeningku
Kecupan bibir lembutmu pun tak dapat hidupkanku kini
Rindu sengaja ku tinggalkanmu
Sengaja kubiarkan kau menangis
agar kau mengarti makna
mengerti rasa
“cinta yang sesungguhnya”
Yang pernah kau pertanyakan sebelumnya

Hujani Aku Cinta

Langit gelap bercahaya cairmu
Mendung datang mengais hatiku yang sepi
Jejakku dingin tak ada rasa
Tubuhku suram tak ada pelukan
Aku biasa disini..
Dikeramaian sekitar alang-alang
Sahabatku berkata ayuk kamu kapan
Tapi hanya kujawab dengan senyuman
Rintisku pasti akan mangahssilkan
harapan yang telah lama aku pupuk pasti akan datang
ini harapanku kawan kawan
Suatu saat kau kan melihat
AKu di depan keramaian dan makanan
Bersandingkan kasih sayanag
Waktu sudah tiba
Tak perlu sungkan
Cukup datang , senyum dan nikmati hidangan

Sedih Menghujam

Handphoneku bergetar malam kemarin
Seperti biasa kuangkat dan kutekan tanda ok
Setelah terlihat siapa yang menelpon
Hatiku bergetar juga
Kau pergi tinggalkan kenangan di ketinggian
Coba larutkan dan kau bekukan
Dengan sedikit suara lucumu
Niat sekali rayu aku
Mengapa kau hadir
Sedangkan indramu bukan hakku
Mengertilah keadaanmu
Kau sudah guncang diri ini
Pernahkah kau merasakan sebingkai kunci
Yang pernah berputar sendiri
Diatas telapak manismu
Kau sempurnakan lukaku menjadi bengkak
Andai kutahu di jari manismu ada logam indah disana
Sifat sayangku tak akan mendekat
Satu rahasia…aku tau itu dan tapi kau pergi tinggalkanku

disini sepi

sepi…Saat ku nanti dirimu
Iya, Tuhan belum pertemukan kita
Siapa dirimu, dari mana arahmu…Ingin segera kujemput
Mungkin ada di rimba ini, sebuah desa, atau kota kecil
Mungkin masih tinggal di udara nyaman dengan ayah ibumu
Kita masih dipisahkan batas yang tidak dimengerti…
Sedang apa dirimu ?
Terjagakah di tengah malam ini, saat aku memikirkanmu
Mengerjakan tugas kuliah, atau menyiapkan bahan meeting kerja esok pagi
Ataukah sedang tidur cantik dengan mimpimu
Kuatkan senyummu, jangan pernah merasa lelah untuk bertahan
Disini ku selalu setia  menunggu datangmu, dan menjemputmu
Persiapkan dirimu wahai peri yang ku tunggu..
Untuk pertemuan kita nanti
Untuk kita bersama
Aku sedang banyak mencari disini.
Tuk sempurnakan hidupmu nanti
Tungguku tuk datangmu lebih dari apapun.
Lebih dari berdiri semalaman,
Lebih dari berkendara dalam hujan di tengah malam
Hanya untuk bertemu
Dari semua kesedihan mereka yang akhirnya melepasku
Kekecewaan dan kegagalan yang berkali-kali
Ku yakin Tuhan mempersiapkan diriku untukmu
Semoga saja Tuhan mempertemukan kita di saat yang tepat
Mungkin di saat yang sama sekali tidak pernah kita duga
Aku tetap setia menunggu

Mau kapan insyaf ?

Warna-warni dunia gemerlap semua
Membujuk seksi getarkan naluri
Ini jiwa muda
Sudah selayaknya aku berfoya
Insan tergiur tuk cicipi
Nikamat kurasa, nikmat kuserap
Ingat saudara
Semua miliki dua makna
Kau pilih hampa sebenarnya
Mengapa pilih nikmat awalnya
Semua sudah tertulis
Semua telah tergambarkan
Bagi mereka neraka telah dirakit
Insyaflah saudara, jauhi dini
Tapi kembali segala pilihanmu
Surga atau neraka

present twilight;

Poetry of love is peace without understanding a word, simply meaning a full body style
Periphery tasted  hearts fill with caresses, I’m not upset when I found you. You wander to find the meaning of the shed for around your heart
always pray for the best, the best of me as your wife step awards. Wait until the nest was greeted half sweet tea spoon.
Im yours … my palace is the essence of love honey moon.
I pity you and our families  unconscious world of love makes everything so much condensed to live life vibrantly love

Ikhlas

langkah sesuai jalan indahmu
melangkah dengan lenggang namamu
semua bisa tidak terhitung jumlahnya
tapi mulut ini kadang tak bisa dikunci
setelah kurenungi
tercipta rasa yang selama ini menjadi misteri
akhirnya terbongkar juga

cinta

mata adalah isyarat, dan jarak adalah petunjuk
arah buknlah jarimu
melainkan hatimu
hati yang perlu ketenangan dalam luas laut lepas
temukan diriku jauh melebihi duniamu
di dasar laut yang baru saja kau perdengarkan
suata gemercik koin dinar
menghidupi hati dan jiwa
patut aku bersyukur denganmu
menunggu kehidupan cerah esok
tepat di selat kanan dan kiri nuansa
hatimu adalah samudera pasir indah yang memelukku di tengah laut hitam

Awal menatap Indahmu

Mentari berdetak dan bersinar pagi itu
terpandang hati yang lembut kurasa disana, tapi belum merasa kau ada
Aku adalah pilihanmu, pilihan terbaikmu
Mencintai merah putih yang belum aku kenal
Pemusatan latihan menjadi pemusatan hatiku untukmu akhirnya
….apakah ini iseng iseng berhadiah?
Bukan jawabku
air diturunkan hujan saat mendung bersilaturahmi itu bukan tanpa rencana, seperti kita juga kita memang sengaja diperkenalkan oleh alam
Sekelilingku adalah stunami, mereka bilang kita itu sejati karena pertengkaran ini ada
sebuah marah adalah biasa, karena kita bisa akhirinya dengan cara bijaksana
merasakah
Cuma hari rindu ini yang menjawap

sahabat

Sahabatku adalah tetesan embun pagi
yang jatuh membasahi kegersangan hati
hingga mampu menyuburkan seluruh taman sanubari
dalam kesejukan

Sahabatku adalah bintang gemintang malam di angkasa raya
yang menemani kesendirian rembulan yang berduka
hingga mampu menerangi gulita semesta
dalam kebersamaan

Sahabatku adalah pohon rindang dengan seribu dahan
yang memayungi dari terik matahari yang tak tertahankan
hingga mampu memberikan keteduhan
dalam kedamaian

Wahai angin pengembara
kabarkanlah kepadaku tentang dirinya

Sahabatku adalah kumpulan mata air dari telaga suci
yang jernih mengalir tiada henti
hingga mampu menghapuskan rasa dahaga diri
dalam kesegaran

Sahabatku adalah derasnya hujan yang turun
yang menyirami setiap jengkal bumi yang berdebu menahun
hingga mampu membersihkan mahkota bunga dan dedaun
dalam kesucian

Sahabatku adalah untaian intan permata
yang berkilau indah sebagai anugerah tiada tara
hingga mampu menebar pesona jiwa
dalam keindahan

Wahai burung duta suara
ceritakanlah kepadaku tentang kehadirannya

tembang cinta burung yang luka

hendak kemana burung yang luka
istirahatlah dulu saja
dalam sangkar sementara
hingga kering luka yang kau derita

hendak kemana burung yang luka
tinggal disini saja kita bisa bersama
bermain tralala
di luar tak ada lagi yang bisa kau mangsa
sawah telah di tanami gedung-gedung raksasa
hutan rimba sudah langka
di angkasa pun hanya ada mega
dan bianglala
tak usah mengembara
nanti kembali terluka!

cinta dan sahabat

Cinta dan sahabat, dua hal yang tak mudah ntuk dimengerti. Kadang bisa sangat berarti, namun dalam hal itu bisa membuat luka teramat perih. Aku adalah orang yang berada di tengah-tengah cinta dan sahabat itu. Kini, aku yang begitu merindukan hadirnya seorang kekasih, dalam hangatnya persahabatanku dengan Sisil yang lebih muda satu tingkat dariku.

Tiga minggu di awal semester satu...aku duduk di bangku kelas XII, seabrek kegiatan pun kulalui tanpa kuharus memikirkan cinta menurutku itu hanya membuatku lelah.
Namun, pertemuan itu membuatku melupakan suatu hal, aku yang larut dalam perasaanku terhadap Alan. Aku terlalu bodoh karena terlalu jatuh hati pada orang yang salah, jatuh hati pada orang yang tak pernah menyimpan cinta padaku. Aku tak begitu saja menyalahkannya! Dia tak patut untuk disalahkan, dia hanya korban dari cintaku dan dia terlalu baik mau mengerti akan cintaku padanya.

Dan terlalu naif bila kini aku harus menyesal karena mengenalnya. Karena dia aku dapat merasakan hal terindah, walaupun hanya sekejap. Aku terlalu naif hingga aku pun tidak menyadari Sisil merasakan juga perih yang kurasa. Sisil sahabatku orang yang kupercaya seutuhnya, orang yang selalu berusaha ada untukku. Kini, telah terluka karena keegoisanku.

Seharusnya aku tak pernah hadir di antara Alan dan Sisil. Bila akhirnya luka ini yang kurasa.
Andai saja kusadari dari awal, andai saja ku lebih mengerti mereka, andai saja aku tidak jatuh hati pada Alan, Alan dan Alan. Orang yang kucintai dan selalu ada dalam hatiku walau hati ini terasa perih, kudapat mengerti tak ada gunanya kubertahan di sisimu, karena ternyata kau lebih menginginkan Sisil mengisi hari-harimu. Aku di sini yang begitu tulus mencintaimu dan aku yang selalu berusaha ntuk mengerti dirimu kan selalu menanti dan menata hati lagi hingga bayanganmu pergi hingga tak ada lagi luka kurasa, hingga tak ada lagi kecewa yang terasa.
Aku di sini kan selalu berusaha tegar menjalani hari-hariku, aku kan selalu berusaha tersenyum agar kau bisa bahagia bersama Sisil sahabatku. Walaupun dia telah merebutmu, kisahku dan dia dulu takkan pernah kulupa, dia tetap sahabatku, percayalah dengan sisa kesedihanku ini.

Kumasih dapat bertahan hingga kelak kau mengerti bahwa aku memang mencintaimu. Aku memang menyayangi, tapi aku tak rela tersakiti olehmu saat ini, esok dan sampai kapanpun.
Pertemuan itu berawal dari perkenalanku dengan Alan, seorang cowok yang aku kenal dari temanku, Marcell. Perkenalan yang terbilang singkat juga, aku mulai merasakan getaran cinta itu. Rasa itu mulai menerangi kembali tahta hatiku yang telah lama ditinggal pergi oleh seseorang yang pernah begitu berarti dalam hidupku dulu. Yang sampai saat ini pun aku belum bisa melupakannya.

Alan yang telah hadir untuk mengisi hari-hariku pun membuatku terlelap akan rasa bahagia itu, hingga akupun tak pernah menyadari ternyata semua kebahagiaan itu palsu. Alan orang yang kucintai dengan tulus ternyata datang hanya untuk menyakiti dan menorehkan luka. Luka yang teramat dalam di hatiku. Pertemuan itu juga yang telah menghancurkan semuanya. Hidupku yang begitu indah yang begitu berwarna menjadi hancur akan hadirnya!

Malam itu aku dan Alan sepakat untuk memadu kasih, merajut asa dan menggapai cita berdua. Aku belum pernah merasakan sebahagia ini, aku begitu merasa begitu beruntung bisa dicintai oleh orang yang kucintai. Hari-hari bahagia pun mulai kami lalui. Alan begitu indah di mataku yang membuatku lupa akan segalanya, bila bersamanya. Itu juga yang membuatku merelakan tahta hatiku dipenuhi oleh cintanya, namun lagi-lagi kenyataan tak selalu berjalan sesuai dengan yang kuharapkan.

Minggu pertama hubungan cintaku bersama Alan mulai goyah, Alan mulai berubah dan tidak lagi Alan yang selalu tersenyum untukku. Alan tidak juga bersifat manis padaku, setiap tutur katanya yang menyejukkan hatiku kini terasa mengiris-iris hatiku. Apa yang telah kulakukan padanya hingga dia begitu tega padaku, aku begitu percaya padanya hingga aku pun terluka olehnya.

Hubungan ini berakhir begitu saja, pertemuan singkat itu menjadi menyakitkan. Sahabat pun menjadi pelarian sedih dan kecewa, tapi sahabatku tega mengkhianatiku. Dia yang ternyata merebut Alan dariku, dia merenggut semua kebahagiaanku . Persahabatan yang telah bertahun-tahun kubina bersamanya pun menjadi tak berarti. Aku lelah dengan semua ini hingga aku sempat memutuskan tali persahabatan itu, egoiskah aku?

Aku hanya belum bisa berpikir jernh saat itu, aku merasa semakin tolol, seharusnya kubisa merelakan Alan dan Sisil untuk bersama. Karena mungkin kebahagiaan Alan hanya ada pada Sisil! Aku belum siap kehilangan kebahagiaan itu, aku masih ingin disayangi walau semua itu hanya kebohongan. Aku tak mau merasakan sakit hati ini lagi. Akankah sakit ini akan terganti saat ku melihat kebahagiaan orang yang kucintai dan Sisil sahabatku.

Kini dalam setiap hari-hari sepiku, dalam kesendirianku, aku hanya bisa berharap aku kan memiliki kekasihku lagi, memiliki dia yang telah pergi, karena aku kan selalu mencintainya. Aku kan selalu mengenangnya di dalam hatiku,karena dia telah datang dan pergi dengan menghiasi setiap sudut didalam hatiku dengan cintanya yang sesaat, dan Sisil sahabatku buatlah cintaku bahagia karena kalian begitu berarti untukku...***

pecundang

khirnya aku kembali ke tempat ini. Aku tidak bisa menahan perasaanku untuk tidak menemuinya lagi. Aku hanya ingin melihatnya dari jarak yang agak jauh, dari tempat yang agak terlindung. Dari balik malam, dengan leluasa aku bisa melihatnya tertawa dan tersenyum --tawa dan senyum yang dibuat-buat-- di hadapan para tamu.

Tempat dia duduk menunggu tamu cukup terang bagi mataku, meski tempat itu hanya ditaburi cahaya merah yang redup. Aku masih bisa merasakan pancaran matanya yang pedih. Aku merasa dia sedang memperhatikan aku. Aku berusaha bersembunyi di balik kerumunan para pengunjung yang berseliweran di luar ruangan. Tapi sejenak aku ragu, apakah benar dia melihatku? Ah, jangan-jangan itu hanya perasaanku saja. Aku yakin dia kecewa dengan aku. Dia kecewa karena aku gagal membawanya pergi dari tempat ini.

Hampir setiap malam aku mengunjungi tempat ini hanya untuk melihatnya dari kegelapan dan memastikan dia baik-baik saja. Aku seperti mata-mata yang sedang mengintai mangsanya. Atau mungkin aku seorang pengecut yang tidak berani menunjukkan batang hidung setelah kegagalan yang menyakitkan hatiku. Atau bisa jadi aku telah menjadi pecundang dari kenyataan pahit ini.

Biasanya aku akan datang sekitar jam delapan malam. Aku memarkir motor di kegelapan dan berjalan perlahan menuju tempat dia biasa menunggu tamu. Jelas aku tidak akan berani masuk ke dalam ruangan yang pengab dengan asap rokok dan bau minuman itu. Aku terlanjur malu dengan dia. Makanya, aku hanya berani berdiri di luar, di dalam kegelapan, dengan tatapan mata yang sangat awas yang tertuju pada ruangan di mana dia duduk santai sambil mengepulkan asap rokoknya.

Seringkali aku dibakar api cemburu ketika ada lelaki yang menghampirinya dan merayunya. Api cemburu itu semakin menjadi-jadi ketika dia juga meladeni lelaki yang merayunya dengan senyum dan tawa. Dan hatiku benar-benar hangus ketika kulihat dia masuk ke dalam biliknya ditemani lelaki itu. Saat itu juga batok kepalaku dipenuhi berbagai pikiran-pikiran buruk. Ya, sudah jelas, di dalam bilik sederhana itu mereka akan bergulat, bergumul, dan saling terkam dalam dengus napas birahi.

Ah, sebenarnya tidak begitu. Itu hanya pikiran-pikiran burukku saja. Aku tahu dia perempuan lugu yang terjebak dalam situasi seperti itu. Semacam anak kijang yang masuk perangkap pemburu.

Aku merasa aku telah jatuh hati padanya. Kamu tahu, bagaimana proses jatuh hati itu kualami? Baiklah, akan kuceritakan untukmu. Saat itu aku diajak oleh kawan karibku datang ke tempat ini. Kawanku itu menemui langganannya. Sedang aku hanya bengong-bengong di ruangan sambil minum kopi. Seorang ibu paruh baya menghampiriku. Dengan mata genit ibu itu mengatakan padaku kenapa aku tidak masuk kamar? Aku bilang bahwa aku lagi ingin sendiri, lagi ingin menikmati suasana saja. Ibu itu mengatakan ada yang baru, masih belia, baru datang dari kampung. Ibu itu bilang usianya baru 15 tahun. Dalam hati aku tertarik juga dengan perkataan ibu itu. Wah, masih belia sekali? Aku jadi ingin tahu kayak apa perempuan yang dibilang belia itu? Ibu tua itu kemudian memanggil dia.

Sehabis mandi, ibu tua itu mengantar perempuan itu kepadaku. Dengan malu-malu perempuan ingusan itu duduk di sebelahku. Dia hanya diam dan tidak berkata-kata. Wajahnya manis dan memang masih bau kencur. Entah anak siapa yang disesatkan ke tempat seperti ini. Ibu tua itu menyuruhku segera mengajaknya masuk kamar, tentu dengan tarif khusus, lebih mahal dari biasanya.

Di dalam kamar, perempuan itu masih diam, tak banyak bicara. Dari wajah kekanak-kanakannya terpancar perasaan cemas dan keragu-raguan. Aku jadi iba melihat tingkahnya yang memelas itu. Aku segera mencegah saat dia hendak melucuti busananya. Dia bingung dengan tingkahku.

"Saya harus melayani tamu saya," jelasnya.

"Aku tak perlu dilayani. Aku hanya ingin ngobrol denganmu. Dan aku akan tetap membayar sesuai tarif yang telah disepakati," ujarku.

Aku menatap wajah yang lugu itu. Entah kenapa aku jadi tidak tega dan merasa simpati dengan dia. Mungkin aku terjebak pada pancaran matanya yang begitu diliputi kepolosan sekaligus kecemasan. Aku telah mengenal sejumlah perempuan yang bekerja seperti ini. Tapi dengan perempuan satu ini, aku merasakan dalam diriku bangkit suatu keinginan menjadi hero, ingin menyelamatkannya.

Aku mendekapkan kepalanya ke dadaku. Aku membelai-belai rambutnya yang sebahu. Tiba-tiba saja aku merasa menjadi seorang kakak yang ingin melindungi adiknya dari segala marabahaya.

"Mengapa kamu bisa berada di tempat seperti ini?" tanyaku lirih. "Seharusnya kamu menikmati masa-masa sekolahmu, seperti teman-temanmu yang lain.."

Perempuan itu diam dan menatapku lembut.

"Saya tidak tahu, Mas. Saya diajak oleh tante saya ke sini. Saya dijanjikan pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Tapi ternyata saya dijebak di sini oleh tante saya sendiri."

Aku kaget mendengar pengakuannya yang memilukan itu. Diam-diam dalam hatiku, rasa kasihan perlahan menjelma rasa simpati dan keinginnan untuk mengasihinya.

"Kamu ingin pergi dari tempat ini?"

"Ya, jelas, Mas. Tapi bagaimana caranya saya bisa pergi dari sini?"

"Aku akan ngomong sama bosmu."

"Mustahil, Mas!"

"Mengapa mustahil?"

"Mas tidak paham situasi di sini. Sekali perempuan terjebak dalam tempat ini, maka seumur hidup akan berkubang di sini."

"Tidak. Aku akan menyelamatkanmu. Kamu harus melanjutkan sekolahmu. Dan kamu mesti cari kerja yang lebih bagus dari kerja begini."

Perempuan bau kencur itu menundukkan kepalanya. Matanya memancarkan harapan, harapan bagi sebuah kebebasan.

Aku cium keningnya. Aku bisikkan beberapa patah kata agar dia bersabar dan tabah. Aku ke luar dari bilik dengan perasaan gundah.

"Gimana, Mas? Bagus, kan?" Ibu paruh baya itu berdiri di depan pintu dan mengerlingkan mata genit ke arah mataku.

Tiba-tiba saja aku ingin muntah melihat tampang ibu genit itu.

"Aku ingin ngomong sama bosmu," ujarku dengan nada agak geram.

"Ada apa, Mas? Apa servisnya tidak memuaskan ya...? Wah, kalo gitu saya akan lapor ke bos."

"Jangan. Bukan masalah itu. Ada yang aku ingin bicarakan sama bosmu. Tolong panggil dia."

Perempuan paruh baya kepercayaan bos itu tergopoh-gopoh menemui bosnya. Tak berapa lama, dia muncul kembali mengiringi perempuan agak gembrot dengan wajah menyiratkan kelicikan.

"Ada apa, Mas? Apa dia tidak melayani Mas dengan baik?"

"Bukan masalah itu, Bu. Kira-kira kalau aku ingin mengajak dia keluar dari sini, gimana?"

Wajah perempuan gembrot yang licik itu seketika berubah curiga.

"Maksud Mas gimana?"

"Aku ingin mengajak dia pergi dari sini."

"Kalau begitu Mas harus menebusnya Rp 5 juta, gimana?"

Aku terkesiap. Gila benar si gembrot ini. Mengapa aku mesti menebusnya sebanyak itu? Bukankah setiap orang berhak memilih kebebasannya?

"Kenapa aku mesti menebus sebanyak itu? Dia bukan barang mati. Dia manusia yang memiliki kebebasannya," ujarku geram.

Si gembrot tersenyum sinis.

"Mas ini kayak tidak mengerti aja. Dia berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab saya. Tantenya telah menitipkan dia pada saya."

"Kalau begitu, kamu tidak berhak menjual dia dengan mempekerjakan dia sebagai pelacur," ujarku semakin geram melihat tingkah si gembrot.

"Hidup makin sulit Mas. Semua orang perlu uang dan sekarang ini segala sesuatu diukur dengan uang. Begini saja Mas. Kalau Mas mau membawa dia, maka Mas sediakan uang Rp 5 juta. Itu saja."

Si gembrot sambil menggerutu pergi meninggalkan aku yang masih terbengong-bengong. Sejenak aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku pun pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan luka. Sepintas kulihat mata perempuan yang ingin kuselamatkan itu berkilat basah menatap kepergianku.

Beberapa hari kemudian aku berusaha mendapatkan uang sebanyak itu untuk menebus dia. Aku berusaha meminjam kepada kawan-kawanku. Namun usaha kerasku hanya berbuah kesia-siaan. Aku hanya bisa mengumpulkan Rp 2 juta. Aku kembali ke tempat itu dan mencoba tawar-menawar dengan si germo gembrot, tapi sia-sia belaka. Si gembrot tetap pada pendapatnya semula.

Aku merasa kecewa dengan diriku sediri. Aku tidak berdaya menyelamatkan dia. Aku tidak habis-habisnya mengutuki diriku sendiri, mengapa aku tidak berkesempatan jadi orang kaya.

Maka seperti saat ini, setiap malam aku hanya bisa menatap dia dari kegelapan malam. Sambil menahan hatiku yang hampir hangus dibakar cemburu, aku melihat dia bercengkerama dengan para tamu. Sepertinya dia bahagia dengan pekerjaan yang dijalaninya. Setiap melihat senyum dan tawanya, aku merasa bersalah sekaligus kecewa dengan diriku sendiri. Pada akhirnya aku hanya jadi pecundang.***

malam - malam nina

ni sudah hari ke empat Nina kelihatan murung. Kian hari wajahnya semakin mendung dengan mata nanar dan bisu. Kerjanya setiap hari bangun dengan masai lalu duduk termenung.

Sebetulnya itu bukan urusanku. Karena Nina bukan siapa-siapaku. Ia hanya menyewa sebuah kamar di rumahku. Ia tinggal bersamaku baru dua bulan ini. Tetapi entah kenapa aku langsung menyukainya.

Rumahku tidak terlalu besar. Juga tidak terlalu bagus. Sederhana saja. Rumahku berada di kampung yang dindingnya rapat dengan tembok rumah sebelah. Ada tiga kamar kosong. Tetapi aku tinggal sendirian. Karenanya aku menyewakan kamar-kamar kosong itu untuk menunjang hidupku di samping aku membuka sebuah warung kelontongan kecil di depan rumah.

Penghuni kamar pertama adalah Anita. Ia cantik dan selalu wangi karena ia bekerja sebagai seorang beauty advisor kosmetik terkenal di counter kosmetik sebuah plaza megah. Anita supel, periang dan pandai berdandan.

Kamar kedua dipakai oleh Tina. Ia juga cantik. Katanya ia bekerja di sebuah restaurant. Tetapi yang mengantarnya pulang selalu bukan laki-laki yang sama. Kepulan rokok mild juga tidak pernah lepas dari bibirnya yang seksi.

Tetapi aku bukan tipe pemilik kost yang rese’. Mereka kuberi kunci pintu supaya bila pulang larut malam tidak perlu mengetuk-ngetuk pintu dan membuatku terganggu. Aku tidak terlalu pusing dengan apa pun yang mereka kerjakan. Toh mereka selalu membayar uang kost tepat waktu. Bukan itu saja, menurutku, mereka cukup baik. Mereka hormat dan sopan kepadaku. Apa pun yang mereka lakoni, tidak bisa membuatku memberikan stempel bahwa mereka bukan perempuan baik-baik.

Nina datang dua bulan yang lalu dan menempati kamar ketiga. Kutaksir usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Paling-paling hanya terpaut dua tiga tahun di bawahku. Ia tidak secantik Anita dan Tina, tetapi ia manis dan menarik dengan matanya yang selalu beriak dan senyumnya yang tulus. Ia rapi. Bukan saja kamarnya yang selalu tertata, tetapi kata-katanya pun halus dan terjaga. Ia membuatku teringat kepada seorang perempuan yang nyaris sempurna. Perempuan di masa lampau yang…ah…aku luka bila mengingatnya.

Oh ya, Nina juga tidak pernah keluar malam. Ia lebih banyak berada di rumah, bahkan ia tidak segan-segan membantuku menjaga warung. Kalaupun ia keluar rumah, ia akan keluar untuk tiga sampai empat hari setelah menerima telepon dari seseorang laki-laki. Laki-laki yang sama.

Bukan masalah kemurungannya saja yang aneh bagiku. Tetapi sudah dua minggu terakhir Nina tidak pernah keluar rumah. Bahkan tidak menerima atau menelepon sama sekali. Yang tampak olehku hanyalah kegelisahan yang menyobek pandangannya. Dan puncaknya adalah empat hari terakhir ini.

"Nina, ada apa? Beberapa hari ini kamu kelihatan murung…," aku tidak bisa mengerem lidahku untuk bertanya, ketika kami hanya berdua saja di rumah. Warung sudah tutup pukul sepuluh malam. Anita dan Tina belum pulang. Tetapi Nina kulihat masih termangu dengan mata kosong.

Ia menoleh dengan lesu setelah sepersekian menit diam seakan-akan tidak mendengarkan apa yang aku tanyakan. Kemurungan tampak menggunung di matanya yang selalu beriak. Tetapi ia cuma menggeleng.

"Apa yang sekiranya bisa Mbak bantu?" aku tidak peduli andai ia menganggapku rese’.

Lagi-lagi hanya gelengan. Ia masih duduk seperti arca membatu. Tapi mampu kubaca pikirannya gentayangan. Rohnya tidak berada di tubuhnya. Entah ke mana mengejewantah.

Nina memang tidak pernah bercerita tentang dirinya, tentang orang tuanya, asalnya, sekolahnya, perasaannya, atau tentang laki-laki yang kerap meneleponnya. Aku sendiri juga tidak pernah menanyakannya. Mungkin ada hal-hal yang tidak ingin dia bagi kepada orang lain. Maka biarlah ia menyimpannya sendiri. Bukankah aku juga seperti itu?

Sepi terasa lindap, seakan menancapkan kuku-kukunya mengoyak angin yang terluka. Hening itu benar-benar ada di antara aku dan Nina. Aku merasa tersayat. Karena sunyi seperti ini sudah kusimpan lima tahun lamanya. Kenapa sekarang mendadak hadir kembali?

Lalu aku bangkit dari dudukku, mengambil satu seri kartu sebesar kartu domino. Tetapi yang tergambar bukan bulatan-bulatan merah. Tetapi berbagai macam bentuk berwarna hitam. Aku menyimpannya sudah lama. Sejak mataku selalu berembun, lalu embun itu menitik di ujung hati. Sejak sepi yang tanpa warna mulai mengakrabi aku. Sejak itulah aku mulai berbagi resah dengan kartu-kartu ini. Mereka banyak memberiku tahu tentang apa saja yang aku ingin tahu.

Anita dan Tina sering melihatku bermain dengan kartu-kartuku di tengah malam ketika mereka pulang. Sejak melihatku bermain dengan kartu-kartu ini, mereka juga sering ikut bermain. Ada saja yang mereka ceritakan padaku melalui kartu-kartu ini. Jualan yang sepi, para langganan yang pelit memberikan tips sampai kepada pacar-pacar mereka yang datang dan pergi.

Aku menyulut sebatang dupa India. Aromanya semerbak langsung memenuhi ruangan. Aku suka. Setidaknya mengusir hampa yang sejak tadi mengambang di udara. Kukocok setumpuk kartu itu di tanganku. Kuletakkan di atas meja di depan Nina.

"Mari, temani Mbak bermain kartu. Ambillah satu…," ujarku.
Mata Nina memandangku. Bibirnya tetap rapat. Tetapi matanya mulai berembun. Dengan sebuah gerakan lamban tanpa semangat ia mengambil sebuah kartu. Lalu membukanya.

"Ah! Hatimu sedang kacau, sedih, kecewa, tidak menentu. Kau terluka," gumamku ketika melihat kartu yang dibukanya.

Seperti aku dulu…, aku melindas gelinjang rasa yang sudah lama kupendam.
Aku mulai membuka kartu-kartu berikutnya. "Kau sedang memikirkan seseorang,…ah bukan…kau merindukannya…penantian… jalan panjang…menunggu…kau menunggu seorang laki-laki?"
"Ya," suaranya gamang terdengar seperti datang dari dunia lain.

Kuteruskan membuka kartu-kartu itu. "Menunggu… halangan… perempuan…dia beristri?" kutanya ketika tampak olehku gambaran seorang perempuan di atas kartu itu.
"Ya," kali ini suaranya seperti cermin retak berderak. Ia luka sampai seperti sekarat.

Kurasakan derak-derak itu sampai menembus batinku. Kenapa seperti yang pernah kurasakan lima tahun lalu?
"Kamu mencintainya, Nina?"
"Amat sangat!" kali ini ia menjawab cepat.

Kuhela napas panjang. Kubiarkan kartu-kartu berserakan di antara aku dan Nina. Kulihat jantungnya seperti bulan tertusuk ilalang.

"Tetapi ia mengecewakanku, Mbak. Ia mengkhianati aku." Ia tidak mampu lagi menyembunyikan suara gemeretak hatinya yang bagaikan bunyi tembikar terbakar.

"Ia mengkhianati kamu? Bukannya ia yang mengkhianati istrinya? Bukankah ia sudah beristri?" aku bertanya, berpura-pura bodoh karena berusaha menyingkirkan masa lalu yang mulai menggigiti sanubariku. Perih itu masih terasa.

"Ya. Dia beristri. Tapi istrinya jahat sekali. Ia ingin meninggalkannya. Ia mencintaiku. Kami punya rencana masa depan," jawabnya naïf dan lugu.

Astaga! Seperti itukah diriku lima tahun silam? Aku benar-benar seperti melihat cermin diriku.

Kepulan asap dupa melemparku ke kepulan asap lain yang sama pekatnya lima tahun yang lalu. Aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai ke kamar tidur. Para lelaki yang mabuk kepayang karena kecantikanku sebagai primadona di sebuah wisma di kompleks hiburan malam. Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki kesepian yang butuh pelukan. Para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana bisa menghamburkan uang mereka yang berlebihan.

"Istrinya jahat bagaimana? Namanya istri ya wajar saja dia tidak suka kalau suaminya berhubungan dengan perempuan lain," sahutku enteng atau tepatnya aku sudah terbiasa untuk "mengenteng-entengkan" jawaban yang ujung-ujungnya akan membuatku terluka. "Yang salah, ya suaminya. Sudah beristri kok masih bermain api. Tetapi namanya laki-laki ya begitu…," sambungku pelan.

Laki-laki memang begitu, desahku. Laki-laki memang suka bermain api. Laki-laki memang suka mendua. Seperti para lelaki yang datang dan pergi di atas ranjangku. Mereka terbakar hangus gairah memberangus, haus sampai dengus-dengus napas terakhir. Lalu mereka pergi setelah sumpalkan segepok uang di belahan dadaku.

"Tetapi Bayu tidak seperti itu!" sergah Nina cepat. "Bayu mencintaiku, Mbak! Ia tidak akan meninggalkanku."

Ya! Prihadi juga tidak seperti laki-laki lain. Ia juga mencintaiku. Prihadi tidak seperti laki-laki lain yang meniduriku dengan kasar. Ia bahkan sangat lemah lembut untuk ukuran "membeli" kehangatan dari seorang perempuan seperti aku. Karena Prihadi, maka aku tidak mau menerima tamu yang lain. Ia menginginkan aku hanya untuknya, maka ia membeli dan menebusku dari induk semangku. Lalu ia membawaku keluar dari wisma itu dan membelikan aku sebuah rumah kecil. Ia pahlawan bagiku. Ia tidak meninggalkanku. Bahkan memberikan benih kehidupan baru yang tumbuh di dalam tubuhku. Aku bahagia sekali. Tetapi kemudian aku memutuskan untuk meninggalkannya.

Kuputuskan untuk meninggalkan Prihadi ketika istrinya datang menemuiku dengan begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau, tinggi, langsing dengan kulit kuning, ayu dengan wajah priyayi, tutur katanya lemah lembut, membuatku benar-benar merasa rendah dan tidak ada artinya. Ia sama sekali tidak menghardik atau mencaci-makiku. Ia sungguh nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan, kecuali…belum bisa memberikan anak untuk Prihadi!
"Kamu Ningsih? Aku istri Prihadi. Namaku Indah."
Oh, ia sungguh-sungguh seindah namanya.

"Aku tahu hubunganmu dengan suamiku," ujarnya dengan menekankan benar-benar kata "suamiku" itu. "Dan aku tahu kamu pasti perempuan baik-baik," lagi-lagi ia memberikan tekanan dalam kepada kata-kata "perempuan baik-baik" yang jelas-jelas ditujukannya kepadaku. "Sebagai perempuan baik-baik, kamu seharusnya tidak menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun," kali ini ia menekankan setiap kata-katanya sehingga membakat wajahku terasa panas.

"Nina, sebagai perempuan baik-baik, seharusnya kamu tidak berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri…dengan alasan apa pun…," aku mengulangi kalimat yang kusimpan lima tahun yang lalu untuk Nina. Sebetulnya itu klise, bukan? Hanya sekadar untuk menutupi gundah gulanaku yang entah kenapa merayapi seluruh permukaan batinku.

"Tetapi, Mbak, Bayu mencintaiku…," Nina menjawab. Jawaban itu juga yang kuberikan lima tahun yang lalu kepada perempuan yang nyaris sempurna itu.

Tetapi ketika itu, ia justru memberikan senyum manisnya. Ia benar-benar tanpa ekspresi marah. "Laki-laki biasa seperti itu. Tetapi kamu kan perempuan baik-baik. Walaupun Prihadi menggoda, mengejar dan mencintaimu, tetapi bukankah sudah sepantasnya kamu menolaknya? Kamu kan tahu kalau dia sudah beristri?" lagi-lagi ia membuatku pias.
Aku berusaha mem-photocopy kata-kata usang itu untuk Nina.
"Tetapi aku juga mencintai Bayu," ia melenguh getir.

Kurasakan getir yang sama ketika aku memberikan jawaban itu pula kepada istri Prihadi. Bahkan waktu itu aku masih memberikan tambahan jawaban. "Aku mengandung anak Prihadi…." Kuharap dengan jawabanku itu ia tidak akan mengusik perasaanku dengan kata-katanya yang lemah lembut tetapi terasa menampar-nampar.

"Baiklah, aku mengerti kalau kamu mencintai Prihadi," ia tertawa pelan tetapi sungguh terasa kian menusuk-nusuk.
Astaga! Ia tertawa! Terbuat dari apakah perempuan ini?

"Kalau kau mencintai seseorang, maka kau akan melakukan apa saja yang akan membuatnya bahagia kan?" Ia pandai sekali bermain kalimat. Sebentar kalimat pernyataan, sebentar kalimat tanya. Tetapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang membakatku merasa nyaman.

Hei! Konyol benar! Sudah syukur-syukur ia tidak memaki-makimu…, cetus batinku.
"Ya, aku akan melakukan apa saja untuk membuat Prihadi berbahagia."

"Nah, kau tahu kalau Prihadi adalah tokoh masyarakat yang cukup terkenal dan disegani di kota ini, kan? Ia memiliki kedudukan, kekayaan, karisma, dan nama baik. Apakah bisa kau bayangkan bagaimana reputasi Prihadi kalau sampai terbongkar mempunyai hubungan dengan perempuan lain…dan bahkan mempunyai anak di luar nikah?"

Oh…ia mempunyai tata bahasa yang sempurna! Ia sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Ia memakai istilah "mempunyai hubungan dengan perempuan lain", ia tidak mengatakan "mempunyai simpanan bekas pelacur", ia mengatakan "anak di luar nikah", ia tidak mengucapkan "anak haram". Apakah itu berarti ia menghargaiku? Tetapi kenapa aku justru tidak merasa dihargai? Aku justru merasa dipermalukan. Ataukah memang pantas aku dipermalukan?
"Bagaimana? Apakah situasi itu akan baik untuk Prihadi?"
"Tidak," aku tidak mempunyai pilihan lain kecuali kata-kata itu.

Ia tertawa pelan tetapi kali ini benar-benar seperti tawa seorang algojo yang berhasil memengal kepala seorang tawanan yang sama sekali tidak melawan.

"Lalu bagaimana caramu untuk membuat Prihadi bahagia? Kamu tidak mau merusak semua yang sudah dimiliki Prihadi, kan?" Ia benar-benar algojo yang sempurna. Ia memenggal kepalaku tanpa rasa sakit sedikit pun.

Tinggal aku yang menggelepar, terkapar, tanpa pernah merasa sekarat meregang nyawa.

"Kalau kamu mencintai Prihadi, tinggalkan dia, gugurkan kandunganmu. Kamu pergi jauh dan memulai kehidupan baru. Aku akan membantumu. Kamu cantik sekali, Ningsih. Aku yakin, tidak akan sulit bagimu untuk mencari laki-laki baik yang belum beristri," ia menutup eksekusinya dengan kata-kata pelan tetapi penuh tekanan. "Jelas? Kuharap kamu cukup pandai untuk bisa mengerti semuanya," tandasnya.

Lalu tidak banyak yang bisa kubantah ketika ia "membantuku" menyelesaikan semuanya. Ia melakukan transaksi jual beli atas rumah yang kutempati. Ia menggantinya dengan sejumlah uang yang lebih dari cukup. Ia mengantarku ke dokter dan membayar semua ongkos "mengeluarkan" calon kehidupan yang bersemayam di tubuhku. Ia membelikan aku tiket pesawat. Ia mengantarku sampai ke bandara. Ia memeluk dan mencium pipiku, lalu berbisik, "Selamat menempuh hidup baru, Ningsih. Tolong, jangan ganggu kehidupan Prihadi. Terima kasih atas pengertianmu. Kamu memang perempuan yang baik…"
Oh! Ia benar-benar perempuan yang sempurna!

Sampai pesawatku tinggal landas, aku tidak bisa menitikkan air mata sama sekali. Apa yang perlu kutangisi? Perempuan itu tidak memaki atau menghinaku. Bahkan ia "membantuku" dan memberiku banyak uang untuk memulai kehidupan baru di kota yang jauh dari mereka. Terasa jutaan sembilu menikam-nikam. Hatiku terasa sakit tetapi mataku hanya bisa mengembun.

Sejak itu, aku berteman dengan kartu-kartu ini. Kartu-kartu ini pemberian induk semangku. Aku belajar dari dia membaca kartu-kartu ini. Dahulu, dari kartu-kartu ini, aku tahu apakah aku akan mendapat banyak tamu atau tidak? Apakah Prihadi akan datang atau tidak.
Ah, kutepis nama itu cepat-cepat.

Aku melanjutkan jalannya kartu-kartu yang masih berserakan di atas meja. Aku tidak mau mengingat masa lalu yang sudah sekian lama kukubur. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena sangat menyakitkan. Toh, dengan uang yang kubawa, aku bisa membangun kehidupan baru, membeli rumah ini, membuka warung kecil, menerima kos-kosan, bertemu Nina…

"Halangan…rintangan…rindu…ah…ia tidak mempunyai uang!" Aku berusaha mengalihkan rasa lukaku dengan membaca kartu-kartu Nina. Lagi-lagi ramalan itu yang kubaca dari kartu-kartu yang bertebaran. "Bingung…perempuan…halangan…Ia merindukanmu juga. Tetapi ia bingung bagaimana harus menghadapi istrinya," cetusku.

Nina tertawa sumbang. "Bayu memang tidak punya uang. Istrinya yang kaya. Istrinya yang memegang kendali perusahaan. Istrinya sudah mengetahui hubungan kami. Dia lalu mengusirnya keluar dari perusahaan. Sekarang ia menghindar dariku, Mbak! Ia lebih mencintai kekayaan istrinya daripada perasaanku!"

"Bayu mengecewakanku, Mbak," sentaknya. Kali ini embun-embun di matanya berguguran menjadi rintik hujan. Mengalir deras menganak di lekuk-lekuk pipinya. "Bayu menipu hatiku, Mbak! Ia takut tidak bisa hidup kaya bila pergi bersamaku. Aku benci padanya!" Hujan itu sudah menjadi badai. Riuh rendah bergemuruh seakan puting beliung yang akan merubuhkan apa saja. Lara berkubang seperti seonggok daun-daun gugur di matanya yang tersayat.
"Apa yang kau inginkan darinya?"
"Aku ingin dia sakit…sesakit yang kurasakan!"

Aku tercenung. Sesakit itu pula yang pernah kurasakan. Betapa rasa benci itu melebihi rasa sakit. Aku juga benci setengah mati kepada Prihadi. Kenapa ia tidak mencariku kalau ia mencintaiku? Kenapa sejak istrinya yang begitu sempurna itu menemuiku, ia juga tidak pernah muncul? Lalu ketika istrinya "membantuku" untuk menyelesaikan semuanya, ia juga tidak ada kabar berita? Padahal sudah kucari seakan sampai ke ujung dunia. Apakah itu sudah merupakan kesepakatan mereka berdua?

Akhirnya, aku merasa pencarianku sia-sia. Ia kucari sampai ke ujung mimpi. Kubatin, kupanggil, kunanti, dengan seluruh pengharapan dan kerinduan. Tetapi ruang hampa yang kudapati. Sehingga, kuputuskan untuk bersahabat saja dengan rasa benci dan rasa sakit. Mungkin akan menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ternyata benar. Membenci lebih mudah daripada memaafkan. Sakit lebih nikmat daripada pengharapan. Jadilah rasa benci dan sakit yang kusimpan untuk Prihadi.

Malam demi malam, kusumpahi kandungan perempuan yang nyaris sempurna itu. Aku tidak rela menggenapi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan dengan seorang anak, sementara ia menyuruh dokter untuk menyendok dengan mudah sebiji kacang hijau kecil di dalam rahimku. Biarkan ia juga menikmati sepi yang sama seperti sepi yang dibelikannya untukku.

Sejak malam itu, malam-malam Nina juga menjadi sibuk. Nina menjadi sangat menyukai malam seperti aku. Setiap malam, ia mengirimkan rasa sakit yang dirasakannya kepada Bayu. ***

peradilan rakyat

Cerpen Putu Wijaya
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.

"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***

ibu

Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

Ibu...
engkau menangis karena aku
engkau sedih karena aku
engkau menderita karena aku
engkau kurus karena aku
engkau korbankan segalanya untuk aku

Ibu...
jasamu tiada terbalas
jasamu tiada terbeli
jasamu tiada akhir
jasamu tiada tara
jasamu terlukis indah di dalam surga

Ibu...
hanya do'a yang bisa kupersembahkan untukmu
karena jasamu
tiada terbalas

Hanya tangisku sebagai saksi
atas rasa cintaku padamu

Ibu..., I LOVE YOU SO MUCH
juga kepada Ayah...!!!
Kembali Ke Atas

letih

Letih… ku berdiri di bawah terik mentari
Semenjak engkau melangkah menjauh pergi
Hingga rambut ini mulai memutih
Masih… tak kutemui engkau kembali
Letih… hanya saja raga ini b’lumlah mati
Hingga jiwa terus saja meminta tuk menunggumu disini
Sampai engkau hadir…
Sampai larut penantian menjadi bagian dari takdir

rindu

Aku tak pernah berlari meninggalkanmu !
Melangkah menjauhi pun tak pernah terlintas
Aku masih disini…. Aku masih ada…
Namun sebait pun kini tak sempat lagi kubuat
Setiap hari kuhanya bisa berkata pada hati
Besok mungkin dapat kuluangkan waktu lagi
Tuk menulis tentang hati…
Dalam sebentuk puisi
Nyatanya aku tak pernah sempat
Ragaku s’lalu saja terlebih dahulu penat
Sehingga asa dan rasa tak pernah sempat
Dapatkan waktu yang tepat untuk puisi-puisi baru kubuat
Hingga sekali lagi di pagi ini
Kerinduan pada puisi kembali menjadi
Curahan hatiku dalam sebentuk puisi
Semoga esok aku bisa segera kembali

seorang penyair

Apa yang dapat diberikan seorang penyair ?
Saat tak ada sesuatu yang dapat mengilhami
Ketika realita tak cukup untuk menginspirasi
Matikah ia…. bersama syair-syair lama yang t’lah lapuk
dan kehilangan pembaca ?
Apa yang harus dilakukan seorang penyair ?
Saat kosong memenuhi imaji
Saat sendiri juga tak cukup berikan ruang untuk kehadiran satu puisi
Tak pantas lagikah ia… tetap disebut penyair walaupun tak lagi mampu
untuk tetap bersyair ?
Setelah lama tidak menulis satu pun puisi, satu tulisan di atas adalah sebuah curahan hati dari saya tentang keadaan yang terjadi di sekian waktu ini. Oh ya, hari ini saya juga menulis 2 puisi baru dimana salah satunya adalah puisi valentine untuk menyambut hari kasih sayang yang udah semakin dekat ini. Kedua puisi baru tersebut saya letakkan di MunajatCint

tak pernah berlalu

Mungkin aku memang lemah
Mungkin aku tak pernah punyai lelah
Saat ku terdiam menangisi pergimu
Terus ku terpaku oleh harapan semu
Sepertinya… t’lah cukup banyak kutulis
T’lah cukup dalam hati ini kuiris
Agar bisa kucoba lagi cinta dari mula
Dengan ia yang mampu merasakannya
Namun cinta untukmu terus bertahan
Di sekeping sisa hati ini pun cinta untukmu kurasakan
Kerinduan hadirmu tak pernah bisa hilang
Oh Tuhan… bagaimana semua ini harus kuartikan ?

nyanyian sahabat

persahabatan adalah hidup
ia mengalir di darah ku
bergetar di nadiku
berilama dengan tiap detak jantung ku


persahabatan adalah kokoh
setegar batu karang
seperti tembok cina
meski raga tumbang
ia akan selalu tegak dalam dadayang menahan langit

nyanyian ini untuk mu kawan


untuk setiap langkah yang kau jejakan
pada jalan - jalan takdir yang menggurat di telapak kaki
untuk kebenaran kita
di detik terakhir
dan untuk semua kebisingan ini


persahabatan adalah nyanyian
ia mengaum di setiap desah napas ku

ilustrasi dalam mimpi

bilamana aku dapat bermimpi berjumpa dengan ibu
akan kubawakan sebidang tanah penuh bunga
kuajak ia berjalan dalam hamparan flamboyan
lalu dari atas dahan kuperintahkan seribu burung
beryanyi tentang embun dan sinar mentari

bilamana ibu bersedih,akan kuhibur ia sambil
melihat lucunya kumbang cumbui kembang ditaman
lalu kubiarkan seribu kupu-kupu berterbangan
diatas rambutnya yang bermahkota pelangi

bilamana ibu letih,kan kukumpulkan butiran embun
dari pucuk-pucuk daun.dan kutaburkan pada tiap langkahnya
agar ibu merasa sejuk.lalu kubawa ibu menanam
masa depanku dalam warna bunga
agar ibu bangga anaknya lahir dinegeri daun
yang hijau penuh kicau

bilamana nanti ibu tertidur
kan kupagari ia dengan kemilau doa
dan kuajak burung-burung menjaganya
dari gemuruh dunia luar

bilamana ibu bertanya mengapa aku mengirim keindahan
hanya dalam mimpi,akan kukatakan pada ibu
bahwa hanya lewat mimpi anaknya bisa memberikan
kebahagiaan.kerna dinegeri yang kini hilang wangi,
telah tumbuh pohon-pohon berakar besi,kembang plastik,binatang yang di mumikanserta gemuruh pabrik yang
memproduksi polusi.biar ibu tahu
negeri yang subur telah hilang dalam peta.

pantun

Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal sembilan
Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh
Supaya engkau tidak ketinggalan
Anak ayam turun sembilan
Mati satu tinggal delapan
Ilmu boleh sedikit ketinggalan
Tapi jangan sampai putus harapan
Anak ayam turun delapan
Mati satu tinggal lah tujuh
Hidup harus penuh harapan
Jadikan itu jalan yang dituju
Ada ubi ada talas
Ada budi ada balas
Sebab pulut santan binasa
Sebab mulut badan merana
Jalan kelam disangka terang
Hati kelam disangka suci
Akal pendek banyak dipandang
Janganlah hati kita dikunci
Bunga mawar bunga melati
Kala dicium harum baunya
Banyak cara sembuhkan hati
Baca Quran paham maknanya
Ilmu insan setitik embun
Tiada umat sepandai Nabi
Kala nyawa tinggal diubun
Turutlah ilmu insan nan mati
Ke hulu membuat pagar,
Jangan terpotong batang durian;
Cari guru tempat belajar,
Supaya jangan sesal kemudian.

trees and ocean

in the trees I know,
the birds trying to talk
with his little tongue,
which stores thousands rahsia.
but would I understand
what is in eluhkannya?
in the sea I know
flying fish
with silvery wings,
from place to place aimlessly.
but would I understand
what is in her restless?
I myself just kerana
a small frog
who no longer can take refuge
among the roots that once mighty
now disappeared without trace.

trees and ocean

in trees
birds learn to talk
with his little tongue,
but I do not understand,
sea
learn to fly fish
with silvery wings,
but I do not understand.
because I'm just a small forest
do not know why the wild to cultivated
destroyed.

alam

Bila angin
kehilangan desirnya
daun-daun kering
takkan mau
meluruhkan tubuhnya

Bila langit
kehilangan kebiruannya
burung-burung
takkan mau
mengepakkan sayapnya

Bila sungai
kehilangan kejernihannya
ikan-ikan
takkan mau
mengibaskan ekornya

Bila bulan
kehilangan sinarnya
malam-malam
akan gelap tanpa cahaya

Bila hutan
kehilangan pohon-pohon
hewan-hewan
kehilangan tempat tinggalnya

Bila bukit
kehilangan kehijauannya
sungai-sungai
akan kering selamanya

Bila petani
kehilangan sawah ladangnya
kanak-kanak
akan menitikkan air mata

Bila manusia
kehilang kemanusiaannya
alam semesta
akan tertimpa bencana
dan bertanya angin kering
"Perlukah memanusiakan manusia?".